Pengetahuan Pintar

Berbagai Isu Logistik Dalam Negeri yang Ada saat Ini

Satu tahun sebelum pandemi, Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) sudah mempublikasikan soal berbagai isu yang berpotensi memperlambat laju bisnis logistik—baik yang memakai truk common rail atau truk diesel—di dalam negeri. Berita tersebut menyatakan ongkos atau biaya angkut merupakan masalah pertama yang dihadapi oleh pelaku usaha logistik.

Di luar masalah biaya, industri logistik dalam negeri juga tengah mengalami berbagai isu logistik kompleks seperti berikut:

  • Sistem yang masih konvensional. ALI mengungkapkan proses manual atau sistem yang masih konvensional cukup mengganggu performa logistik Indonesia. Pasalnya, transaksi lewat jalur telepon atau pelacakan resi berbentuk cetak memperlambat laju industri ini. Minimnya pemanfaatan teknologi berbasis internet juga membuat pencarian alamat pengantaran cukup memakan waktu.
  • Infrastruktur tidak memadai. Kehadiran jalan-jalan bebas hambatan di Pulau Sumatra, Jawa, dan Bali memang cukup meningkat dalam beberapa tahun belakangan. Sayangnya, menurut ALI, tarif tol untuk angkutan barang masih tergolong mahal. Pada akhirnya, supir truk kembali ke jalan konvensional untuk menekan biaya perjalanan. Di saat yang sama, ketidaklayakan infrastruktur seperti jalan yang rusak harus dihadapi pengemudi truk angkutan.
  • Ketimpangan permintaan dan penawaran. Terpusatnya pabrik serta produsen barang baku maupun jadi di Indonesia Barat, bisa dibilang, merupakan awal masalah ini. Sebab, masyarakat di Indonesia Barat jarang memerlukan bahan baku maupun jadi dari Indonesia Timur. Hal ini diutarakan langsung oleh direktur komersial salah satu pelaku usaha sektor logistik, Charles Sitompul. Dikutip dari Kompas.com, Charles mengungkapkan pengiriman ke Indonesia Timur senantiasa dalam keadaan penuh. Akan tetapi, pengangkutan kembali dari Indonesia Timur ke Barat sering dalam keadaan kosong. Akibatnya, perusahaan logistik merugi.
  • Nihilnya standardisasi. Standardisasi atau penyesuaian kualitas merupakan satu hal yang sebetulnya penting sekali untuk diterapkan oleh semua pelaku usaha logistik. Sebab, standardisasi dapat menjadi tolok ukur jaminan kualitas jasa yang ditawarkan oleh bisnis logistik pada konsumen. Dengan begitu, adanya standardisasi dapat meningkatkan kepercayaan, dan tentunya, jumlah konsumen jasa logistik.

Sayang, standardisasi untuk sektor logistik di Indonesia masih belum terbentuk. Laman Jurnal Maritim mencontohkan personel sektor logistik yang mempunyai sertifikat Supply Chain Manager baru sekitar 100 orang. Jumlah ini tentu sangat kecil untuk cakupan seluruh Indonesia. Selain komponen personel, proses dan teknologi juga masih belum punya standardisasi sendiri.

Itu dia beberapa permasalahan yang sedang dialami oleh pelaku usaha logistik dalam negeri. Apakah bisnis Anda juga tengah menghadapi salah satu isu di atas?